Generic selectors
Exact matches only
Search in title
Search in content
Post Type Selectors

Ternyata Ini! Alasan Mengapa Banyak Orang Resign Setelah Setahun Bekerja

Kamu mungkin pernah melihat polanya. Seorang teman dengan semangat membara memulai pekerjaan baru, sering memposting keseruannya di kantor. Tapi, begitu mendekati satu tahun masa kerja, tiba-tiba ia mengunggah postingan perpisahan. Atau mungkin kamu sendiri yang merasakannya? Setelah melewati fase 12 bulan, muncul keinginan kuat untuk mencari tempat berlabuh yang baru. Fenomena ini begitu umum, terutama di kalangan profesional muda, hingga memunculkan pertanyaan: “Ada apa dengan ‘kutukan’ satu tahun ini?”

Ini bukan sekadar soal generasi yang tidak betahan atau mudah bosan. Ternyata, ada alasan-alasan psikologis dan profesional yang mendalam di baliknya. Memahami fenomena ini penting, baik bagi kamu yang sedang mengalaminya maupun bagi perusahaan yang ingin mempertahankan talenta terbaiknya. Yuk, kita ungkap bersama alasan-alasan mengapa banyak orang memutuskan untuk resign setelah setahun bekerja.

Bukan Sekadar ‘Tidak Betah’: Mengapa Satu Tahun Menjadi Titik Kritis?

Periode satu tahun seringkali menjadi sebuah titik evaluasi yang natural. Mengapa demikian?

  • Fase “Bulan Madu” Telah Berakhir: Di awal-awal, semua terasa baru dan menarik. Setelah setahun, kamu sudah melihat realita pekerjaan dan budaya perusahaan sehari-hari, baik sisi baik maupun buruknya.
  • Sudah Menguasai Pekerjaan: Kamu kemungkinan besar sudah memahami dan menguasai tugas-tugas intimu. Rasa ingin mencari tantangan baru yang lebih besar mulai muncul.
  • Memiliki “Nilai Jual” yang Cukup: Pengalaman kerja selama satu tahun sudah cukup “berisi” untuk dicantumkan di CV dan membuatmu menjadi kandidat yang lebih menarik bagi perusahaan lain.

Pola Pikirnya Begini: “Satu tahun pertama itu seperti masa penjajakan dalam sebuah hubungan. Kamu sudah melewati fase perkenalan yang manis dan mulai melihat sifat asli ‘pasanganmu’ (yaitu perusahaan). Di titik inilah keputusan untuk ‘lanjut atau udahan’ seringkali dibuat secara sadar.”

Alasan-alasan Utama di Balik Fenomena Resign Setelah Setahun

Berikut adalah beberapa pendorong utama di balik tren ini, yang mungkin salah satunya sedang kamu rasakan.

1. Realita Tidak Sesuai dengan Ekspektasi Awal

Ini adalah alasan paling klasik. Apa yang digambarkan atau dijanjikan saat proses interview ternyata berbeda 180 derajat dengan kenyataan sehari-hari. Mungkin pekerjaan yang dijanjikan terdengar strategis dan kreatif, namun kenyataannya lebih banyak diisi oleh tugas-tugas administratif yang monoton.

Contoh: Dijanjikan budaya kerja yang fleksibel, tapi nyatanya sering diminta lembur tanpa kompensasi yang jelas. Dijanjikan tim yang kolaboratif, tapi ternyata suasananya sangat individualistis. Kesenjangan antara janji dan realita ini menciptakan kekecewaan yang mendalam.

Coba Ingat Kembali: Pernahkah kamu mengalami pekerjaan di mana realita sehari-harinya sangat berbeda dari yang kamu bayangkan saat proses rekrutmen? Apa aspek yang paling membuatmu merasa kecewa?

2. Kurangnya Peluang untuk Belajar dan Berkembang

Generasi profesional muda sangat haus akan pertumbuhan. Mereka tidak hanya bekerja untuk gaji, tapi juga untuk belajar dan mengembangkan diri. Setelah satu tahun, jika seorang karyawan merasa pekerjaannya menjadi rutinitas yang membosankan, tidak ada tantangan baru, tidak ada program pelatihan, dan tidak ada jalur karir yang jelas, mereka akan mulai mencari padang rumput lain yang lebih hijau.

Tips Proaktif: Sebelum memutuskan untuk resign karena alasan ini, sudahkah kamu mencoba berdiskusi secara terbuka dengan atasanmu tentang keinginanmu untuk mendapatkan tanggung jawab baru atau tantangan yang bisa mengembangkan skill-mu?

3. Kompensasi yang Dianggap Tidak Sebanding (Gaji dan Benefit)

Setelah satu tahun bekerja dan merasa sudah memberikan kontribusi yang signifikan, wajar jika seorang karyawan mengharapkan adanya penyesuaian kompensasi. Namun, banyak perusahaan tidak memiliki siklus kenaikan gaji yang jelas untuk karyawan baru. Di sisi lain, cara tercepat untuk mendapatkan lompatan gaji yang signifikan seringkali adalah dengan pindah ke perusahaan lain. Ketika ada tawaran dari luar dengan gaji 20-30% lebih tinggi, loyalitas seringkali diuji.

4. Budaya Perusahaan yang Toksik atau Tidak Cocok

Di bulan-bulan pertama, mungkin kita masih bisa menoleransi beberapa hal. Tapi setelah setahun, dampak dari budaya kerja yang toksik akan mulai sangat terasa. Hal ini bisa berupa politik kantor yang kotor, manajemen yang buruk dan tidak suportif, rekan kerja yang saling menjatuhkan, atau jam kerja yang tidak sehat secara terus-menerus. Kesehatan mental menjadi taruhannya, dan resign seringkali menjadi jalan keluar terbaik.

Tanyakan pada Dirimu: Jika kamu harus mendeskripsikan budaya perusahaan idealmu dalam tiga kata, kata apa saja itu (misalnya: kolaboratif, suportif, inovatif)? Apakah perusahaanmu saat ini mencerminkan kata-kata tersebut?

5. Merasa Tidak Dihargai dan Kurang Apresiasi

Ini bukan hanya soal uang. Manusia pada dasarnya butuh pengakuan atas usaha mereka. Ketika kerja keras tidak pernah diakui, ide-ide brilian tidak pernah didengar, dan kontribusi dianggap sebagai hal yang biasa saja, ini bisa menjadi pembunuh motivasi yang paling cepat. Karyawan yang merasa seperti “robot” atau “sekrup kecil tak terlihat” akan mencari tempat di mana mereka merasa lebih berharga sebagai individu.

6. Mencari Keseimbangan Hidup yang Lebih Baik (Work-Life Balance)

Setelah merasakan ritme kerja yang sesungguhnya selama satu tahun, banyak profesional muda yang melakukan evaluasi ulang terhadap prioritas hidup mereka. Mereka mungkin menyadari bahwa pekerjaan yang menyita hampir seluruh waktu dan energi mereka bukanlah hal yang mereka inginkan dalam jangka panjang. Pencarian akan pekerjaan yang memberikan fleksibilitas dan keseimbangan hidup yang lebih baik menjadi alasan kuat untuk pindah.

7. Mendapatkan Tawaran yang Jauh Lebih Baik

Terkadang alasannya bisa sesederhana ini. Dengan pengalaman kerja satu tahun, nilai pasarmu sebagai seorang profesional sudah meningkat. Profil LinkedIn-mu menjadi lebih menarik, dan jaringanmu mulai terbentuk. Bukan hal yang aneh jika tawaran yang lebih baik (dari segi posisi, tanggung jawab, gaji, atau bahkan lokasi) datang menghampiri, dan tawaran tersebut menjadi terlalu bagus untuk ditolak.

Checklist Kondisimu Saat Ini (renungkan dengan jujur):

Jika banyak jawabanmu adalah “tidak”, mungkin kamu sedang mengalami persis apa yang dirasakan oleh banyak orang di luar sana.

Pandangan dari Dua Sisi

Bagi karyawan, pindah kerja setelah satu tahun bisa menjadi strategi yang efektif untuk akselerasi karir dan pendapatan. Namun, perlu diwaspadai agar tidak melakukannya terlalu sering hingga dicap sebagai “kutu loncat” yang bisa merusak CV.

Bagi perusahaan, fenomena ini seharusnya menjadi sinyal kuat. Ini adalah cermin bahwa mungkin ada sesuatu yang perlu diperbaiki dalam proses rekrutmen (agar tidak over-promise), sistem pengembangan karir, budaya perusahaan, atau skema kompensasi dan apresiasi mereka.

Kesimpulan: Sebuah Refleksi Dunia Kerja Modern

Fenomena resign setelah satu tahun bekerja bukanlah sebuah anomali tanpa alasan. Ini adalah cerminan dari pergeseran nilai-nilai di dunia kerja, di mana generasi baru tidak hanya mencari stabilitas, tapi juga pertumbuhan, makna, apresiasi, dan keseimbangan hidup. Ini bukan tentang loyalitas yang rendah, tapi tentang kesadaran yang tinggi akan nilai diri dan keberanian untuk mencari lingkungan di mana mereka bisa berkembang secara maksimal.

Pesan Penting: “Apapun keputusanmu, baik itu untuk bertahan dan mencoba memperbaiki situasi, atau untuk melangkah mencari peluang baru, pastikan itu didasari oleh pertimbangan yang matang demi masa depan karir dan kesejahteraanmu yang lebih baik.”

Pada akhirnya, perjalanan karir adalah milikmu sendiri, dan kamulah yang paling tahu kapan saatnya untuk tinggal dan kapan saatnya untuk terbang lebih tinggi.

Tinggalkan Balasan