Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) didirikan sebagai solusi bagi masyarakat yang tidak memiliki kesempatan mengikuti pendidikan formal. Awalnya, konsep ini bertujuan memberikan akses pendidikan bagi yang putus sekolah agar tetap bisa mendapatkan ijazah. Terdapat tiga jenjang dalam PKBM: Paket A (setara SD), Paket B (setara SMP), dan Paket C (setara SMA).
Namun, dalam perjalanannya, sistem ini memiliki kelemahan, terutama dalam durasi pendidikan. Waktu tempuh yang diterapkan masih sama seperti sekolah formal, yaitu tiga tahun untuk setiap jenjang. Akibatnya, seseorang yang memulai dari Paket A di usia 31 tahun baru bisa lulus Paket C di usia 40 tahun. Kondisi ini jelas tidak ideal bagi peserta didik yang sudah memasuki usia dewasa dan memiliki kebutuhan berbeda dibandingkan siswa usia sekolah.
Durasi Sekolah yang Terlalu Lama
PKBM seharusnya menjadi alternatif fleksibel bagi pendidikan formal, tetapi durasi tiga tahun per paket justru menimbulkan hambatan bagi banyak peserta didik dewasa. Tanpa adanya program percepatan, kesempatan untuk segera memperoleh ijazah menjadi sangat terbatas. Padahal, banyak yang membutuhkan ijazah dalam waktu yang lebih singkat untuk melanjutkan pekerjaan, meningkatkan keterampilan, atau memenuhi syarat administrasi tertentu.
Dampak Durasi Sekolah yang Terlalu Lama
1. Terhambatnya Kesempatan Kerja
Ijazah sering menjadi syarat utama dalam dunia kerja. Jika pendidikan kesetaraan berlangsung terlalu lama, kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan lebih baik menjadi semakin sulit. Usia yang terus bertambah juga menjadi faktor pertimbangan dalam rekrutmen tenaga kerja.
2. Menurunnya Motivasi Belajar
Semangat untuk menyelesaikan pendidikan bisa melemah ketika waktu tempuh terlalu panjang. Tidak sedikit peserta didik yang akhirnya memilih berhenti di tengah jalan karena merasa prosesnya terlalu lama dan tidak memberikan kepastian.
3. Sistem yang Tidak Efektif untuk Peserta Didik Dewasa
Kebutuhan peserta didik dewasa berbeda dengan anak usia sekolah. Banyak yang harus bekerja atau mengurus keluarga sehingga sulit mengikuti pola belajar yang sama seperti siswa di sekolah formal. Sistem yang kaku ini membuat banyak orang kesulitan menyeimbangkan pendidikan dengan tanggung jawab lainnya.
4. Beban Waktu dan Finansial
Meski banyak PKBM yang menawarkan pendidikan gratis, tetap ada biaya tambahan yang perlu diperhitungkan, seperti transportasi, materi belajar, dan waktu yang harus dialokasikan. Jika pendidikan berlangsung terlalu lama, beban ini semakin besar.
Solusi untuk Mempercepat Pendidikan Kesetaraan
1. Rekognisi Pembelajaran Lampau (RPL)
Pengalaman kerja dan pembelajaran mandiri seharusnya diakui sebagai bagian dari proses pendidikan. Dengan adanya sistem RPL, peserta didik yang sudah memiliki keterampilan tertentu bisa langsung mengikuti ujian tanpa harus menjalani proses belajar dari awal.
2. Program Akselerasi
Pendidikan formal menyediakan jalur akselerasi bagi siswa berprestasi agar bisa lulus lebih cepat. Pendidikan kesetaraan juga seharusnya memiliki jalur serupa, khususnya bagi peserta didik yang memiliki kemampuan belajar lebih cepat atau memiliki keterbatasan waktu.
3. Pembelajaran Mandiri Berbasis Teknologi
Menggunakan teknologi sebagai sarana pembelajaran bisa membantu mempercepat proses pendidikan. Dengan materi yang tersedia secara daring, peserta didik bisa belajar sesuai dengan kecepatan masing-masing dan langsung mengikuti ujian ketika sudah siap.
4. Kebijakan yang Lebih Fleksibel
Pemerintah dan lembaga pendidikan perlu mempertimbangkan kebijakan yang lebih fleksibel bagi peserta didik dewasa. Tidak semua orang bisa mengikuti sistem pendidikan yang memakan waktu bertahun-tahun. Dengan adanya regulasi yang memungkinkan percepatan, pendidikan kesetaraan bisa lebih efektif dan inklusif.
Kesimpulan
Pendidikan kesetaraan merupakan langkah penting dalam memberikan akses pendidikan bagi masyarakat yang tidak bisa menyelesaikan sekolah formal. Namun, jika durasinya tetap disamakan dengan sistem sekolah reguler, manfaatnya tidak akan maksimal, terutama bagi peserta didik dewasa.
Solusi yang lebih cepat dan fleksibel sangat dibutuhkan, baik melalui RPL, program akselerasi, pembelajaran berbasis teknologi, maupun kebijakan yang lebih adaptif. Dengan perubahan ini, pendidikan kesetaraan benar-benar bisa menjadi solusi nyata bagi mereka yang ingin mengejar ketertinggalan tanpa harus menghabiskan satu dekade hanya untuk mendapatkan ijazah.
Pendidikan adalah hak setiap orang, tetapi sistemnya harus disesuaikan dengan kebutuhan. Tidak ada kata terlambat untuk belajar, tetapi jangan biarkan sistem yang kaku menghambat perjalanan menuju masa depan yang lebih baik. Perubahan harus diperjuangkan agar pendidikan benar-benar menjadi solusi, bukan sekadar formalitas tanpa hasil nyata.Baca juga: Kejar Paket C di Indonesia Lama Banget Kayak Maraton Tanpa Garis Finish