Generic selectors
Exact matches only
Search in title
Search in content
Post Type Selectors

Perspektif Psikodinamika tentang Kepribadian

Pernahkah Anda merasa melakukan sesuatu tanpa benar-benar tahu alasannya? Atau mungkin Anda menyadari ada pola perilaku tertentu dalam hidup Anda yang sulit diubah, seolah-olah ada kekuatan tak terlihat yang mengendalikannya? Pertanyaan-pertanyaan semacam ini seringkali membawa kita pada keinginan untuk menjelajahi lapisan-lapisan tersembunyi dari diri kita. Nah, salah satu kacamata paling terkenal untuk melakukan hal ini dalam dunia psikologi adalah melalui perspektif psikodinamika.

Mungkin Anda pernah mendengar nama Sigmund Freud? Beliau adalah tokoh sentral di balik perspektif ini. Meskipun beberapa idenya mungkin terdengar kontroversial atau kuno bagi sebagian orang, kontribusinya dalam memahami kedalaman jiwa manusia tidak bisa diabaikan. Artikel ini akan mengajak Anda menyelami konsep-konsep inti dari perspektif psikodinamika secara gamblang dan mudah dipahami, tanpa harus menjadi seorang pakar psikologi.

Bagian 1: Fondasi Psikodinamika – Dunia di Balik Kesadaran

Perspektif psikodinamika bertumpu pada beberapa gagasan dasar yang revolusioner pada masanya:

Kekuatan Alam Bawah Sadar (The Unconscious Mind)

Ini adalah jantung dari teori psikodinamika. Freud percaya bahwa sebagian besar pikiran, perasaan, keinginan, dan memori kita sebenarnya berada di luar jangkauan kesadaran kita, yaitu di alam bawah sadar. Bayangkan sebuah gunung es: puncak kecil yang terlihat di atas permukaan air adalah kesadaran kita (apa yang kita sadari saat ini), sementara bongkahan es raksasa di bawahnya adalah alam bawah sadar.

Apa saja yang tersimpan di sana? Menurut Freud, alam bawah sadar berisi:

  • Dorongan-dorongan dasar (seperti hasrat dan agresi).
  • Memori-memori yang ditekan (terutama yang menyakitkan atau traumatis).
  • Keinginan-keinginan yang tidak dapat diterima secara sosial.

Meskipun tersembunyi, isi alam bawah sadar ini terus berusaha muncul dan dapat sangat memengaruhi pikiran, perasaan, dan perilaku sadar kita – seringkali tanpa kita ketahui alasannya!

Pengalaman Masa Kanak-Kanak Awal yang Membentuk

Psikodinamika sangat menekankan pentingnya pengalaman masa kanak-kanak awal, terutama dalam lima hingga enam tahun pertama kehidupan, dalam membentuk struktur kepribadian seseorang di masa dewasa. Cara kita berinteraksi dengan pengasuh utama (biasanya orang tua) dan bagaimana konflik-konflik awal di masa kecil diselesaikan (atau tidak diselesaikan) akan meninggalkan jejak yang mendalam.

Dorongan Internal sebagai Penggerak

Freud juga mengemukakan adanya dorongan-dorongan atau insting bawaan yang menjadi motor penggerak perilaku manusia. Ia membaginya menjadi dua kategori utama:

  • Eros (Insting Kehidupan): Mencakup semua dorongan yang berkaitan dengan kelangsungan hidup individu dan spesies, termasuk hasrat seksual (libido), cinta, kreativitas, dan pencarian kesenangan.
  • Thanatos (Insting Kematian): Mewakili dorongan ke arah kehancuran, agresi, dan perilaku merusak diri.

Dorongan-dorongan ini seringkali menciptakan “ketegangan” psikis yang kemudian mendorong individu untuk bertindak demi meredakannya.

Coba Renungkan: Pernahkah Anda mengalami mimpi yang aneh atau tidak masuk akal? Atau melakukan “salah ucap” (Freudian slip) yang tanpa sengaja mengungkapkan sesuatu yang berbeda dari niat awal Anda? Psikodinamika melihat ini sebagai salah satu cara alam bawah sadar “menyelinap” ke permukaan.

Bagian 2: Struktur Kepribadian – Pertarungan Tiga Kekuatan Internal

Untuk menjelaskan bagaimana pikiran bekerja, Freud mengusulkan model struktural kepribadian yang terdiri dari tiga “agen” atau sistem mental yang saling berinteraksi. Ini bukan bagian fisik di otak, melainkan konsep fungsional.

Id (Das Es – Sang “Itu”)

Id adalah bagian paling primitif dan dasar dari kepribadian, hadir sejak lahir. Id beroperasi sepenuhnya di alam bawah sadar dan bekerja berdasarkan prinsip kesenangan (pleasure principle). Artinya, Id selalu mencari kepuasan instan atas semua keinginan dan kebutuhan, serta berusaha menghindari rasa sakit, tanpa peduli realitas atau konsekuensi. Bayangkan Id sebagai bayi yang lapar atau haus – ia akan menangis menuntut kebutuhannya dipenuhi saat itu juga!

Ego (Das Ich – Sang “Aku”)

Seiring pertumbuhan anak dan interaksinya dengan dunia, Ego mulai berkembang. Ego beroperasi berdasarkan prinsip realitas (reality principle). Tugas utama Ego adalah menjadi penengah antara tuntutan Id yang impulsif dengan kenyataan dunia luar serta batasan-batasan moral dari Superego (yang akan kita bahas selanjutnya). Ego berusaha memenuhi keinginan Id dengan cara-cara yang realistis, aman, dan dapat diterima secara sosial. Ego adalah bagian dari diri kita yang membuat keputusan, memecahkan masalah, dan menunda kepuasan jika diperlukan. Ego sebagian besar beroperasi di tingkat sadar dan prasadar (informasi yang bisa diakses jika kita memikirkannya).

Superego (Das Über-Ich – Sang “Aku-Super”)

Superego adalah bagian kepribadian yang berkembang paling akhir, biasanya terbentuk sekitar usia 3-5 tahun. Superego mewakili internalisasi nilai-nilai moral, norma sosial, serta standar benar dan salah yang diajarkan oleh orang tua dan masyarakat. Superego memiliki dua komponen:

  • Suara Hati (Conscience): Berisi informasi tentang hal-hal yang dianggap buruk dan akan menghasilkan perasaan bersalah jika kita melakukannya.
  • Ego Ideal: Berisi gambaran tentang diri kita yang ideal, standar kesempurnaan yang ingin kita capai, dan akan menghasilkan perasaan bangga jika kita mencapainya.

Superego seringkali menuntut kesempurnaan dan bisa sama tidak realistisnya dengan Id, hanya saja dari sisi moralitas.

Dinamika Konflik: Bisa Anda bayangkan, ketiga sistem ini – Id yang menuntut, Superego yang menghakimi, dan Ego yang mencoba menyeimbangkan – seringkali berada dalam konflik. “Saya mau itu sekarang!” (Id). “Tidak boleh, itu salah!” (Superego). “Oke, bagaimana caranya kita bisa mendapatkan sesuatu yang mirip dengan cara yang benar?” (Ego). Konflik internal inilah yang menurut psikodinamika menjadi sumber kecemasan dan masalah psikologis.

Bagian 3: Ketika Cemas Melanda – Mekanisme Pertahanan Diri

Untuk mengatasi kecemasan yang timbul dari konflik antara Id, Ego, dan Superego, serta dari ancaman dunia luar, Ego mengembangkan berbagai strategi yang disebut mekanisme pertahanan diri (defense mechanisms). Mekanisme ini bekerja secara tidak sadar dan bertujuan untuk melindungi individu dari perasaan tidak nyaman dengan cara memutarbalikkan atau menolak kenyataan.

Meskipun normal dan bisa membantu kita berfungsi, penggunaan mekanisme pertahanan yang terlalu kaku atau berlebihan bisa menjadi tidak sehat. Beberapa contoh umum meliputi:

  • Represi (Repression): Mendorong pikiran, perasaan, atau memori yang mengancam atau menyakitkan keluar dari kesadaran menuju alam bawah sadar. “Saya tidak ingat pernah merasa seperti itu.”
  • Penyangkalan (Denial): Menolak untuk mengakui atau menerima kenyataan yang jelas-jelas tidak menyenangkan. “Ini tidak mungkin terjadi pada saya.”
  • Proyeksi (Projection): Melemparkan dorongan, perasaan, atau pikiran yang tidak dapat diterima dalam diri sendiri kepada orang lain. “Dia yang membenciku!” (padahal sebenarnya diri sendiri yang membenci).
  • Rasionalisasi (Rationalization): Menciptakan penjelasan yang logis dan dapat diterima secara sosial untuk perilaku yang sebenarnya didorong oleh motif yang tidak disadari atau tidak dapat diterima. “Saya gagal ujian karena dosennya tidak adil,” (bukan karena kurang belajar).
  • Sublimasi (Sublimation): Dianggap sebagai mekanisme pertahanan yang paling matang. Ini adalah cara menyalurkan dorongan-dorongan Id yang tidak dapat diterima (misalnya, agresi) ke dalam aktivitas yang positif dan dapat diterima secara sosial (misalnya, menjadi atlet tinju atau seniman).

Bagian 4: Perjalanan Kepribadian – Tahapan Psikoseksual (Sekilas Pandang)

Freud juga mengemukakan teori perkembangan kepribadian melalui serangkaian tahapan psikoseksual. Pada setiap tahap, energi libido (energi seksual atau kesenangan) terfokus pada zona erotis tertentu di tubuh. Pengalaman dan konflik yang terjadi pada setiap tahap ini diyakini dapat memengaruhi ciri-ciri kepribadian di masa dewasa.

Tahapannya adalah Oral, Anal, Falik, Laten, dan Genital. Jika kebutuhan pada suatu tahap tidak terpenuhi dengan baik (terlalu sedikit atau terlalu banyak kepuasan), seseorang bisa mengalami fiksasi, yaitu “terjebak” pada tahap tersebut, yang kemudian termanifestasi dalam perilaku tertentu di kemudian hari. Sebagai contoh, fiksasi pada tahap oral mungkin berhubungan dengan perilaku seperti merokok atau makan berlebihan saat dewasa.

Penting untuk dicatat: Teori tahapan psikoseksual ini adalah salah satu aspek teori Freud yang paling banyak dikritik dan telah banyak dimodifikasi oleh para pengikutnya maupun psikolog modern karena dianggap terlalu menekankan seksualitas dan sulit diuji secara ilmiah.

Bagian 5: Warisan Psikodinamika – Pengaruh, Kritik, dan Evolusi

Perspektif psikodinamika, khususnya gagasan Freud, telah memberikan pengaruh yang luar biasa, namun juga menuai banyak kritik.

Kontribusi Penting:

  • Penekanan pada alam bawah sadar: Mengubah cara kita memandang pikiran dan motivasi manusia.
  • Pentingnya pengalaman masa kanak-kanak: Menyoroti bagaimana masa lalu membentuk masa kini.
  • Konsep mekanisme pertahanan diri: Memberikan wawasan tentang cara kita mengatasi kecemasan.
  • Dasar bagi terapi bicara (psikoterapi): Banyak bentuk terapi modern berakar dari tradisi psikoanalisis.

Kritik Utama:

  • Kurang Ilmiah: Banyak konsepnya (seperti Id atau alam bawah sadar) sulit diukur dan diuji secara objektif.
  • Terlalu Menekankan Seksualitas dan Agresi: Dianggap mereduksi kompleksitas motivasi manusia hanya pada dua dorongan ini.
  • Deterministik: Cenderung melihat kepribadian sebagai sesuatu yang sangat ditentukan oleh masa lalu, dengan sedikit ruang untuk perubahan sadar atau kehendak bebas.
  • Studi Kasus Terbatas: Banyak teori Freud didasarkan pada observasi terhadap sejumlah kecil pasiennya di Wina, yang mungkin tidak mewakili populasi secara umum.

Evolusi Perspektif (Neo-Freudian):

Penting untuk diketahui bahwa perspektif psikodinamika tidak berhenti pada Freud. Banyak pengikutnya, yang dikenal sebagai Neo-Freudian (seperti Carl Jung, Alfred Adler, Karen Horney, dan Erik Erikson), mengembangkan dan memodifikasi ide-ide Freud. Mereka umumnya mengurangi penekanan pada dorongan seksual dan lebih banyak memperhatikan pengaruh sosial, budaya, dan fungsi ego yang lebih kuat dalam membentuk kepribadian.

Kesimpulan: Memandang ke Dalam Diri dengan Lensa Psikodinamika

Perspektif psikodinamika menawarkan sebuah cara pandang yang mendalam dan seringkali provokatif tentang bagaimana kepribadian kita terbentuk dan berfungsi. Ia mengajak kita untuk melihat melampaui permukaan, ke dalam dunia tersembunyi alam bawah sadar, konflik-konflik internal yang tak terhindarkan, dan jejak panjang pengalaman masa kanak-kanak.

Meskipun tidak lepas dari kritik dan telah banyak berkembang sejak era Freud, gagasan inti dari psikodinamika tetap memberikan kontribusi berharga bagi pemahaman kita tentang kompleksitas jiwa manusia. Siapa tahu, dengan sedikit memahami perspektif ini, kita bisa mendapatkan secercah pemahaman baru tentang diri kita sendiri dan orang lain.

Tinggalkan Balasan